SAVE OUR EARTH

SAVE OUR EARTH
SAVE ME!!!
Tampilkan postingan dengan label WWF. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WWF. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Maret 2014

WWF: Konsumen Penentu Masa Depan Hutan Alam Indonesia

Jakarta – Laporan WWF “Living Planet Report 2012” menggarisbawahi bahwa konsumsi sumberdaya alam dan gaya hidup 7 miliar penduduk dunia saat ini telah melebihi kemampuan bumi  untuk memulihkan diri secara alami dan menyangga kehidupan manusia secara berkelanjutan.  Saat ini dibutuhkan 1½ bumi untuk dapat menopang gaya hidup dan konsumsi manusia.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat pesat, permintaan pasar akan produk kehutanan juga meningkat dan seringkali harus dipenuhi secara cepat sehingga aspek-aspek pengelolaan hutan yang bertanggung jawab kerap terabaikan, bahkan dalam sejumlah kasus dengan melanggar hukum. Jika konsumsi sumberdaya hutan tidak diiringi dengan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan maka keberlangsungan hutan alam tinggal menunggu waktu kehancuran.

Direktur Program Sumatera dan Kalimantan WWF-Indonesia, Anwar Purwoto, mengatakan, “WWF mengajak konsumen di Indonesia untuk lebih peduli dan mempertimbangkan dampak dari setiap produk yang dikonsumsinya. Salah satu caranya adalah dengan mulai memilih, membeli, dan menggunakan produk-produk kayu dan turunannya seperti kertas dan tisu yang diproduksi secara lestari, misalnya menggunakan produk dari pengelolaan hutan yang tersertifikasi seperti FSC (Forest Stewardship Council).” Anwar juga menambahkan bahwa label sertifikasi dapat membantu konsumer untuk mengenali bahwa produk yang dikonsumsinya berasal dari hutan yang dikelola secara ramah lingkungan dan memperhatikan konservasi keanekaragaman hayati.

Menurut data statistik yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan tahun 2011, laju deforestasi di Indonesia melesat hingga 1,2 juta hektar hutan alam setiap tahunnya pada periode 2000-2010. Walaupun angka ini telah menunjukkan penurunan sejak 2010, bahaya deforestasi masih mengancam dari pola konsumsi yang tidak bertanggung jawab.  Data Koalisi LSM, Eyes on the Forest, di Riau, mencatat  bahwa perusahaan perusahaan kertas dunia yang beroperasi di Riau telah menghancurkan lebih dari 2 juta hektar hutan alam untuk mensuplai kebutuhan pabrik pulpnya.

Konsumsi yang tidak bertanggung jawab juga memicu produsen untuk memaksakan jalur-jalur produksi yang lebih cepat, antara lain menambah luas lahan yang dapat diambil kayunya produksi dengan cara melanggar hukum, misalnya melaluikorupsi perijinan. Pelanggaran seperti ini marak terjadi di sektor kehutanan kita, sehingga laju deforestasi pun semakin cepat. Data dari Human Rights Watch tahun 2013menunjukkan bahwa setiap tahunnya Indonesia merugi 2 milyar USD dari praktek-praktek korupsi dan pencucian uang di sektor kehutanan.

Ketua Konsorsium Program Penguatan Integritas dan Akuntabilitas WWF-Indonesia, Fathi Hanif, mengatakan,”Praktik-praktik curang ini terjadi jauh di lapangan dan seringkali tidak terekspos, sehingga publik tidak memahami bahwa sesungguhnya pemberian ijin yang tidak semestinya ini adalah pokok permasalahan deforestasi di Indonesia.” 

Fathi Hanif menambahkan dalam kajian terbaru yang dilakukan oleh konsorsium SIAP II dan mitra kerja di Provinsi Aceh dan Riau, ditemukan bahwa sebagian besar izin pertambangan yang berada di kawasan hutan Aceh tidak sesuai peruntukannya. Sementara itu dari 3 kasus korupsi kehutanan yang telah diputuskan tahun 2013 lalu di Riau, ditemukan bahwa negara telah dirugikan 56 milyar dari penyelewengan kekuasaan untuk perijinan pemanfaatan hutan. 

Dalam rangka menyebarkan pengetahuan tentang produk-produk berbahan baku kayu yang bertanggung jawab dan pola konsumsi ramah lingkungan kepada masyarakat konsumen perkotaan, WWF-Indonesia dan mitra mengadakan kegiatan publik bertemakan “100% Responsible Consumer” di Museum Nasional, Jakarta, pada tanggal 1-2 Maret 2014 mendatang. Acara bertajuk ini menargetkan peserta dari kalangan muda kreatif dan juga keluarga urban. Berbagai kegiatan menarik akan diselenggarakan antara lain pameran karya cipta dan seni menggunakan produk bertanggung jawab. Acara ini melibatkan  enam sekolah menengah atas dan mahasiswa fakultas seni rupa dan desain dari lima perguruan tinggi di Jakarta, pelatihan kerajinan tangan dari bahan baku berbasis kayu, pengetahuan tentang asal-usul produk kayu, dan pengelolaan hutan secara lestari. 

Catatan untuk Editor:
  • Living Planet Report, laporan tahunan yang merekam jejak konsumsi serta indeks kapasitas Planet Bumi yang diterbitkan setiap tahunnya oleh WWF-Internasional, dapat diakses di http://bit.ly/wwflpr2012.
  • Data statistik kehutanan tahun 2011 dapat diakses diwww.dephut.go.id.
  • SIAP II (Strengthening Integrity and Accountability Program II) dijalankan oleh sebuah konsorsium tiga lembaga terdiri dari WWF-Indonesia, Indonesia Working Group on Forest Finance dan Transparansi Internasional Indonesia, yang bertujuan memperkuat kapasitas masyarakat sipil dan media dalam pengawasan tindak pidana kejahatan kehutanan. Saat ini SIAP II bekerja di 4 propinsi di Sumatera, yaitu Aceh, Riau, Jambi dan Lampung. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi www.hutankita.org
Source :WWF

Menjamin Ketersediaan Sumber Air Bersih

Sabah, salah satu negara bagian di Malaysia, memiliki daerah resapan yang menyediakan air bersih dan ekosistem lain yang menguntungkan bagi masyarakat lokal maupun keanekaragaman hayati disana. Meskipun sumber air tersebut berasal dari dalam kawasan lindung, misalnyaCrocker Range Park, keberadaannya masih rentan terhadap perubahan iklim dan kerusakkan yang disebabkan oleh manusia. Menjadi sangat penting bahwa daerah tangkapan air yang ada di hutan Gravity Feed Supply (GFS), khususnya hutan milik negara, wajib dilindungi agar tidak dikonversi menjadi lahan lain.
 
Pertanian dan deforestasi hutan mennjadi ancaman utama bagi daerah tangkapan air yang ada di Labuk basin (Kabupaten Tambunan), sebuah wilayah yang terhubung langsung ke batas Heart of Borneo.
 
Perubahan lahan menjadi lahan pertanian yang luas telah mengakibatkan permukaan tanah turun dan terdapat penggunaan bahan kimia bagi pertanian, yang dapat mempengaruhi pasokan air GFS. Keberadaan ikan hias yang disebabkan karena terdapat kolam ikan kecil yang digunakan dalam tagal (pengelolaan perikanan berbasis masyarakat adat), berpotensi menggantikan spesies ikan asli yang ada di sungai. Selain itu, terdapat ancaman perubahan iklim yakni lemahnya arus, kekeringan serta banjir telah mempengaruhi kualitas air di daerah tersebut.
 
Pengelolaan daerah resapan air

WWF-Malaysia bekerja sama dengan  pemerintah, masyarakat, LSM dan juga universitas lokal untuk mengatasi masalah pengelolaan daerah tangkapan air di Sabah.  Hal ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan sumber air bersih serta aspek lain dari ekosistem yang berkontribusi terhadap mata pencaharian masyarakat lokal serta upaya konservasi keanekaragaman hayati. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan perlindungan dan pengelolaan hutan yang menjadi daerah tangkapan air di dataran tinggi, serta meningkatkan restorasi spesies kunci (air), dan juga untuk meningkatkan partisipasi masyarakat lokal di daerah tangkapan air dan pengelolaan sumber daya alam lainnya.
 
Dukungan bagi pengelolaan daerah resapan air

Proyek ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi tujuan Heart of Borneo - 'mempromosikan konservasi dan perlindungan bagi keanekaragaman hayati melalui pendekatan kolaboratif untuk mencapai pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan di HoB hingga 2020'.
 
Proyek ini difokuskan pada:
 
  • Meningkatkan perlindungan dan pengelolaan hutan lestari di daerah resapan air untuk menjaga sumber air bersih serta jasa ekosistem lainnya berdasarkan praktik terbaik, prinsip penggunaan lahan berkelanjutan dan pendekatan ekosistem;
  • Meningkatkan pengelolaan, konservasi dan restorasi spesies ikan (terutama spesies konservasi) yang berada dalam wilayah HoB, serta
  • Meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat lokal di daerah tangkapan air dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah proyek yang akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Output dari program ini:
  • Harus dapat bermanfaat bagi advokasi perlindungan daerah tangkapan air;
  • Memberikan informasi dan alat untuk membantu pemerintah dan masyarakat agar lebih meningkatkan pengelolaan penggunaan lahan daerah resapan air di wilayah proyek;
  • Menyediakan masukan bagi keterlibatan masyarakat dalam hal mempersiapkan mereka untuk beradaptasi dengan kepentingan yang lebih tinggi dari arus bawah sungai, serta partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi di daerah tangkapan air;
  • Memberikan manfaat bagi masyarakat setempat dalam hal peningkatan kapasitas untuk melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan kompatibel dengan alam yang ada di sekitar mereka, sementara pada saat yang sama mampu memperoleh manfaat sosial-ekonomi;
  • Dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap program tingkat nasional dan negara untuk melindungi lingkungan dan sumber daya alam, dan
  • Meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Source : WWF